Minggu, 04 September 2016

Bridesmaids
Ada Annie (Kristen Wiig) disini. Wanita satu ini sedang mengalami krisis umur 30’an yang parah. Toko kuenya bangkrut, ditinggal pergi sang kekasih, tidak  dan ia  juga harus berbagi tempat tinggal bersama dua pasangan kakak adik asal Inggris disfungsional, dan kini ia harus bekerja sebagai penjaga toko perhiasan, salah satu pekerjaan yang paling dibencinya. Dan satu-satunya yang bisa membuat dirinya tetap waras dalam menghadapi segala keterpurukan hidup hanyalah sahabat baiknya, Lillian (Maya Rudolph) yang sebentar lagi akan melangsungkan pernikahannya. Namun semenjak kehadiran Helen (Rose Byrne), wanita cantik, suami dari bos tunangan Lillian yang sepertinya berusaha mengambil hati Lillian dengan berbagai cara, Annie tampaknya harus berjuang ekstra keras agar tidak kehilangan satu-satunya tema pelipur lara dalam hidupnya yang menyedihkan itu, dengan cara apapun.
Tidak peduli siapapun yang kemudian dipercaya memegang kekuasaan  untuk mempimpin para bridesmaids ‘gila’ ini, tetap saja ia akan tidak mampu menghilangkan pengaruh besar seorang Appatow didalamnya, jadi tidak usah terlalu terkejut jika kemudian Bridesmaids akan banyak menghadirkan komedi-komedi kasar, kurang ajar bahkan menjijikan – lihat saja adegan ‘mengerikan’ yang terjadi dalam butik bridal super mewah itu, tapi seperti film Appatow lainnya, Bridesmaidsmasih mampu menjadi sajian komedi dewasa yang enak untuk dinikmati sebagai menu pengocok perut.
Kekuatan Bridesmaids jelas terletak pada karakter-karakter luar biasanya, dimana sedikit banyak mengingatkan saya pada pria-pria pemabuk dalam The Hangover, hanya saja ini versi tanpa penisTapi kalau mau jujur, berbeda dengan judulnya yang terasa jamak, Bridesmaids sebenarnya hanya akan melulu berbicara soal satu karakter saja disepanjang kurang lebih 2 jam durasinya, ya karakter itu adalah Annie, yang diperankan dengan sangat baik oleh Kriten Wiig yang juga bertindak sebagai co-writer disini. Bahkan untuk sebuah komedi yang bertema pernikahan, ia juga tidak banyak menghadirkan momen penuh kebahagian itu, karena sekali lagi ini hanya bercerita tentang Annie dan Annie lagi, lengkap dengan segala kehidupannya yang menyedihkan itu serta bagaimana ia  berjuang untuk mempertahankan persahabatannya, romansanya dengan seorang polisi lalu lintas dan juga pencarian jati dirinya yang hilang bersama toko kuenya itu.
Oke, mari lupakan saja beberapa sedikit hal yang menyimpang itu karena saya menyukai ketika rentetan guyonan-guyonannya mulai bekerja dengan lacar merangsang syaraf tawa saya sejak menit-menit awal ketika Wiigs melakukan adegan seks berbagai gaya dengan lawan mainnya. Ya, banyak kombinasi komedi yang ditawarkan disini, mulai dari yang slapstik dengan eksploitasi fisiknya sampai dialog-dialognya yang kocak dan jorok. Rose Byrene sendiri mungkin tidak cocok tampil lucu dengan wajah cantiknya itu bahkan kalau mau jujur karakternya tidak pernah berkembang disini, tapi untung saja para personil bridesmaids lainnya mampu tampil perkasa disini, tidak semuanya memang, selain Annie, ada Megan (Melissa McCarthy) yang mampu mencuri perhatian. Perannya sebagai calon saudara ipar Lillian memang paling terlihat ‘sinting’ dengan bentuk fisiknya yang paling tidak menarik ia sukses menjadi maskot Bridesmaids.
Bridemaids mungkin terlihat seperti kebanyakan komedi Jude Appatow lainnya yang gila, kurang ajar, dan menjijikan bedanya ia diisi oleh mayoritas wanita disini. Bagi yang menyukai komedi jenis ini ia jelas menjadi sebuah obat pengocok perut yang hebat, tapi buat yang tidak, mungkin 2 jam akan terasa sangat lama. Tapi apapun itu, dibalik segala kegialaanya itu Bridemaids masih punya hati sebagai sebuah komedi menarik yang memberikan penontonnya sebuah kisah persahabatan yang tulus dan bagaimana kisah perjuangan seorang wanita yang menderita krisis usia 30an mencari jati dirinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar