Minggu, 28 Agustus 2016

Creed
Hasil gambar untuk review creed
Rocky Balboa adalah legenda. Penghormatan ini dimulai sejak film Rocky memenangkanBest Picture Oscar pada 1977. Dari semesta sinematis hingga ke dunia nyata — Museum Philadelphia bahkan memajang patung petinju fiktif ini di depan gedungnya — sang legenda tergerus oleh sekuelnya yang inferior, namun sukses ditutup dengan epilog yang manis dalam film Rocky Balboa. Melalui Creed, sekali lagi Rocky kembali ke dunia tinju. Dengan gembira saya pastikan pada anda bahwa film ini bukanlah sekedar proyek penyedot uang dengan memajang nama Rocky. Sebagaimana karakter utamanya yang mewarisi nama sang ayah, Creed punya kualifikasi yang layak untuk disebut sebagai penerus legasi Rocky

Berita menyebutkan bahwa Sylvester Stallone tak ingin kembali memainkan karakter ikoniknya tersebut pasca Rocky Balboa, namun akhirnya tertarik dengan pendekatan dari sutradara dan penulis naskah Ryan Coogler. Coogler menutup episode lama kisah Rocky dan membuka lembaran baru dengan karakter yang baru pula. Meski ceritanya berfokus pada Adonis Creed (Michael B. Jordan), film ini tidak mengesampingkan sang legenda.Creed adalah film tentang Adonis DAN Rocky. 

Siapa Adonis Creed? Punya nama lahir Adonis Johnson, dia adalah anak yang bermasalah dan sering keluar masuk penjara anak-anak. Pertemuan dengan Mary Anne (Phylicia Rashad), membuatnya mengetahui bahwa dia adalah anak tak sah dari Apollo Creed, mantan juara tinju yang merupakan rival (tapi akhirnya menjadi teman) Rocky yang tewas di tangan Drago dalam Rocky IV

Di masa sekarang, Adonis (sering dipanggil Donnie) yang berumur 20-an bekerja sebagai karyawan di sebuah perusahaan. Sulit dipercaya memang, namun di waktu senggangnya Donnie melakukan laga tinju amatir di Meksiko dan kemudian lebih memilih untuk pensiun dini demi meneruskan darah petinju mengalir pada dirinya. Niatnya terjun ke dunia pro tak disetujui sang ibu. Tidak juga dengan pelatih di gym ayahnya. Jadi Donnie meninggalkan semuanya dan berangkat menuju Philadelphia. 

Disini kita bertemu dengan Rocky (Stallone, masih dengan topi khasnya) yang telah berhenti dari dunia tinju dan sekarang mengelola restoran yang diberi nama sesuai nama istrinya, Adrian. Permintaan Donnie untuk melatihnya, ditolak oleh Rocky karena tak ingin melihatnya mengalami tragedi yang sama seperti Apollo. Namun kekuatan tekad dari Donnie — yang tak malu-malu memanggil Rocky dengan panggilan "paman" — membuatnya luluh.  

Akting Stallone mungkin adalah penampilannya yang paling meyakinkan beberapa tahun belakangan. Ada kesenduan saat Rocky bercerita mengenai anaknya atau saat Rocky duduk di depan makam istri dan temannya sembari membaca koran. Sebagai Rocky yang telah dimakan usia, legenda adalah bayangan masa lalunya. Masa-masa jayanya sudah lewat dan dengan fisik yang tak lagi prima, dia terlihat lebih manusiawi. 

Coogler memberikan tribut pada film Rocky sekaligus pada kearifan lokal budaya Philadelphia. Sama seperti karya debutnya Fruitvale Station, Coogler menjadikan kultur setempat sebagai latar belakang ceritanya. Ada momen-momen yang akan membuat kita bernostalgia dengan Rocky: kunjungan ke gym Mickey, latihan dengan mengejar ayam (serta banyak sekali porsi latihan lain: lompat tali, shadow boxing — sangat Rocky sekali) dan tentu saja penapakan tangga museum Philadephia. 

Kesamaan juga kentara pada poin plotnya. Alur Creed sangat familiar dengan film yang menginspirasinya. Sembari menapaki karir di dunia tinju, Donnie berkenalan dan menjalin hubungan dengan penyanyi amatir, Bianca (Tessa Thompson). Warisan nama Creed membuat Donnie ditantang oleh petinju pro dari Inggris, Conlan (Anthony Bellew), lawan tangguh yang tampaknya terlalu sulit untuk ditaklukkan. 

Perkembangan plot mungkin tak sulit diprediksi, namun klise ini tetap berdampak secara emosional pada penonton karena Coogler menginvestasikan sebagian porsi film untuk perkembangan karakter. Momen dramatis dieksekusi tanpa dramatisasi (oke, mungkin Donnie yang joging ditemani puluhan biker sedikit berlebihan). Konflik semakin bertambah saat Rocky menerima kabar buruk dan Donnie terkena masalah gara-gara tak bisa mengontrol emosinya. 

Kontras dengan Rocky yang lebih bijak, Adonis adalah pemuda berkepala panas. Dengan kening mengernyit hampir sepanjang film (serius!), Jordan merepresentasikan karakter dan penampilan fisik yang meyakinkan sebagai petinju muda dengan krisis identitas. Dia tak yakin bisa meneruskan nama besar ayahnya. Namun berkat bantuan Rocky yang menjadi mentor, figur ayah, dan sahabat, Adonis menemukan apa yang dia cari sebagaimana yang didapatkan Rocky darinya. 

Drama di luar ring tak kalah dengan drama di dalam ring. Setiap pertandingan penuh adrenalin disajikan dengan epik melalui efek teknis yang unggul. Coogler tahu benar cara mengeksekusi sekuens aksi dan mempermainkan emosi penonton di saat yang tepat (lihat bagaimana dia menempatkan lagu tema "Gonna Fly Now" dengan pas tanpa terkesan manipulatif). Salah satu sekuen yang paling berkesan adalah pertandingan pro pertama Donnie sebelum klimaks yang disorot dengan pengambilan panjang tanpa terputus selama lebih kurang 6 menit, dan Coogler tetap memfokuskan perhatian penonton pada ekspresi wajah pemain kuncinya. 

Anda tak perlu menonton semua film RockyCreed bekerja efektif sebagai film solo namun juga berhasil membuat koneksi emosional bagi penonton film Rocky, dan itulah yang membuatnya menjadi film yang bagus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar